Menjadi seorang Jurnalis




Tidak mudah bagi gue untuk menjadi seorang reporter atau video journalist. Iya, mungkin susah nya gue rasain sekarang walau dulu gue berfikir jadi seorang reporter itu GAMPANG cuman On Cam melaporkan udah gitu aja, tetapi ternyata bukan gitu doang hehe. Seorang Jurnalis itu biasanya punya idealism sendiri lah. Entahlah, apa aja gue gak tau, yang gue tau jurnalis itu sebagian waktu nya untuk masyarakat. IYALAH, 

Secara lagi lebaran-lebaran harusnya bareng-bareng sama keluarga dia malah melaporkan dari tol cikampek, pas malem tahun baru jurnalis mana ada BBQ Party,pasti nyari berita. Masih mau jadi jurnalis?? Emang enak apa jadi seorang jurnalis? Emang mau gak punya waktu buat hangout, ngegaul bareng temen? Emang mau nanti jadi mrs. Deadline’s? emang mau nanti di tempatin kedalam  pelosok, didaerah konflik yang udah parah banget? Emang mau panas-panasan ngeliput demo? Emang masih mau memperjuangkan hak-hak masyarakat yang tertindas? masih mau jadi seorang jurnalis??

Semua orang sekarang bisa kok jadi jurnalis, banyaknya social media terus jaman yang udah reformasi semua orang bebas memberikan informasi nya. Jurnalis itu harus netral dan gak berpihak sama siapapun, kalo gue tetap berpihak sama rakyat karena idealism gue mau jadi jurnalis yang membela rakyat terutama rakyat kecil atau menengah ke bawah. Sepanjang gue bikin berita dan liputan apapun gue gak bikin sebisanya gue, tapi banyak pelajaran yang gue dapet dari kode etik jurnalisme, nilai berita itu sendiri, Bagaimana membuat frame di berita lo sendiri. Banyak bangetlah dan selalu belajar untuk tetap menjadi JURNALIS yang gak karabitan HAHA..

Pertama buat gue, untuk menjadi seorang Journalist kita harus tahu format program televisi kan banyak tuh formatnya seperti

1.      DRAMA (Fiksi) : Format acara televisi yang diproduksi dengan kreatifitas imajinasi dari kisah drama atau fiksi yang direkayasa dan dikreasikan ulang. Format tersebut merupakan interpretasi kisah kehidupan yg diwujudkan dalam suatu runtutan cerita dalam sebuah adegan.
Adegan-adegan tersebut adalah penggabungan antara realitas kehidupan dengan imajinasi para pembuatnya.  Seperti,  drama percintaan,  tragedy, horror, komedi,  legenda, dan aksi
2.      NON DRAMA (Non Fiksi) : Format acara televisi yang diproduksi melalui proses pengolahan imajinasi dari realitas kehidupan nyata tanpa harus diinterprestasi ulang dan tanpa menjadi dunia khayalan. Format tersebut bukan sebuah runtutan cerita fiksi dari setiap pelakunya. Dengan pengartian bahwa non drama adalah merupakan runtutan pertunjukan kreatif yang mengutamakan unsur hiburan yang dipenuhi dengan aksi, gaya dan musik. Seperti : talkshow, konser, dan variety show
3.      BERITA (News) : Format acara televisi yang diproduksi berdasarkan informasi dan fakta atas kejadian atau peristiwa yang berlangsung pada kehidupan nyata. Format ini memerlukan nilai-nilai yang faktual dan aktual yg disajikan dengan ketepatan serta kecepatan waktu dimana sifat liputan independen sangat dibutuhkan.
(dikutip dari buku Menjadi Sutradara Televisi,  Naratama – PT Grasindo)
Dari semua format acara TV, kita paham mana yang ada dalam ruang lingkup kita, Yes kalo gue sendiri dalam ruang lingkup BERITA (News), yang diproduksi sesuai dengan FAKTA. Jadi, sebelum menjadi Broadcaster atau Video Journalist yang professional kita harus paham tentang format acara. Menurut Dosen gue Mas Naratama, “Kita harus dapat membedakan antara "Menonton Televisi (Watching the Television)" dengan  "Mengerti Televisi (Understanding The Television)""Menonton Televisi", menempatkan kita menjadi penonton yang pasif dan menerima kenyataan gambar visual yang disajikan, sedangkan "Mengerti Televisi" menempatkan kita penjadi penonton yang aktif untuk berpikir sekaligus menganalisa berbagai aspek dibalik layar televisi.
Mulai dari teknis produksi, programming, marketing, rating, filosofi, hingga ke industri televisi itu sendiri”.  Banyak yang belum sadar kalau sebenarnya semua yang ada di TV ini tergantung kepentingan pemilik bahkan semua orang dibalik layarnya kalau kata dosen gue Mas Naratama, “Sadari bahwa semua yang ditayangkan di televisi sangat ditentukan oleh  "orang dibalik layar" mulai dari Produser. Penulis Skenario, Reporter, Sutradara, Penata Kamera hingga Editor. Merekalah para "Pengambil keputusan" pada angle cerita, shots hingga editorial yang disajikan kepada publik, sehingga tontonan itu sesungguhnya bersifat Subjektif“.
foto piringan hitam saat gue lagi buat liputan tentang piringan hitam

Nah, kalau kita sudah siap menjadi penonton sekaligus mengerti apa yang dalam acara Televisi, pasti kita bisa menerapkan semuanya pada karya-karya kita dan membuat karya kita menjadi lebih bernilai mulai dari sesuai dengan apa yang dibutuhkan penonton kita dan apa yang menjadi trend saat ini.
Terlepas dari semua itu juga saat gue menjadi Journalist (karabitan sementara), gue harus bisa mengimplentasikan bagaimana Element of the shoot pada setiap karya gue. Menurut Ray Thopson, “menegaskan sebuah shot hanya bagian kecil dari sebuah proses produksi, namun mempunyai arti yang sangat penting”. Element of shoot, penting buat kita menjadi jurnalis, bagaimana kita membingkai suatu peristiwa menjadi berita dan memiliki value. 
salah satu foto yang gue ambil ketika lagi liputan fenomena batu cincin
Mungkin, dari artikel-artikel gue sebelumnya sebagian sudah, ada unsur element of the shoot. Banyaknya, peristiwa saat kita memotretnya semuanya memiliki cerita, informasi, motivasi, konunitas, dan komposisi pada setiap frame yang kita pilih. Semuanya, tergantung dengan apa yang ingin kita sampaikan kepada penonton atau pembaca artikel kita nanti. Kalau gue selalu seneng memotret yang kearah landscape gitu, soalnya luas semuanya bisa keliatan.
foto saat travelling ke Mt. Prau

suasana keramaian Mt. Prau saat berburu Sunrise

Terlebih kalau lagi travelling ke gunung udah deh gue pasti ngambil gambar hampir sama dengan angle yang pertama abisnya kalau di gunung ngambil angle nya cuman close up gak terlalu memperlihatkan bagaimana sekitarnya. Informasinya kurang keliatan aja sedang ada dimana dan segala macemnya. Nah, kalau kemarin gue buat artikel banyak sih lebih detail dan narasumber-narasumber lebih close up. Bagaimana seorang jurnalis bisa mengemas semua gambar dan angle dalam suatu artikel, gambar yang berbicara dan tulisan hanya sekedar menjadi pelengkap saja. Banyak banget sebenernya yang mau share, tetapi karena udah over nih tulisannya, jadi segini aja dulu yaa next gue bakalan kasih informasi yang lebih keren lagi.  

Comments

Popular posts from this blog

Analisa Program Sitkom "Tetangga Masa, Gitu?"

Style Cantik Saat Mendaki Gunung

Pelangi diujung Senja