Qoutes Film Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck
Novel Karya Buya Hamka yang di filmkan....
"Walaupun kamu pergi, jiwamu akan selalu dekat dengan jiwaku.”
“Jangan
pernah bersedih. Jangan putus asa. Cinta itu bukan memakan hati, bukan membawa
tangis, bukan membuat putus asa. Tetapi cinta itu menguatkan hati, menghidupkan
pengharapan.”
“Kau yang sanggup
menjadikan saya seseorang yang gagah berani. Kau pula yang sanggup menjadikan
saya sengsara selamanya. Kau boleh memutuskan pengharapanku. Kau pun sanggup
membunuhku.”
“Hati saya
dipenuhi cinta kepada kau. Dan biar Tuhan mendengarkan bahwa engkaulah Zainudin
yang akan menjadi suamiku kelak, bila tidak di dunia, kau lah suamiku di
akhirat.”
“Carilah
kebahagiaan kita. Kemana pun engkau pergi, saya tetap untukmu. Jika kita
bertemu kelak, saya akan tetap bersih dan suci untukmu, kekasihku.”
“Dengan surat
kita lebih bebas menerangkan perasaan.”
“Tanganmu
akan ku gandeng, dari hayatku, sampai matiku.”
“Semuda ini
usiaku, sudah begitu berat duka yang harus ku tanggung.”
“Cinta bukan
mengajarkan kita untuk menjadi lemah, tapi membangkitkan kekuatan. Cinta bukan
melemahkan semangat, tapi membangkitkan semangat.”
“Kalau
pikiran tertutup bagaimana mungkin bisa mengarang?”
“Sejauh-jauhnya
kita tersesat, pada kebenaran kita akan kembali.”
“Maaf? Kau
regas segenap pucuk pengharapanku. Kau patahkan. Kau minta maaf..”
“Sudah
hilangkah tentang kita dari hatimu?”
“Janganlah
kau jatuhkan hukuman, kasihanilah perempuan yang ditimpa musibah berganti-ganti
ini.”
“Demikianlah
perempuan, ia hanya ingat kekejaman orang kepada dirinya walau pun kecil dan ia
lupa kekejamannya sendiri pada orang lain padahal begitu besarnya.”
“Bukankah kau yang telah berjanji ketika saya diusir
oleh Ninik Mamakmu karena saya asalnya tidak tentu, orang hina, tidak tulen
Minangkabau, ketika itu kau antarkan saya di simpang jalan, kau berjanji akan
menunggu kedatanganku berapapun lamanya, tapi kemudian kau berpaling ke yang
lebih gagah kaya raya, berbangsa, beradat , berlembaga, berketurunan, kau kawin
dengan dia. Kau sendiri yang bilang padaku bahwa pernikahan itu bukan terpaksa
oleh paksaan orang lain tetapi pilihan hati kau sendiri. Hampir saya mati
menanggung cinta Hayati.. 2 bulan
lamanya saya tergeletak di tempat tidur, kau jenguk saya dalam sakitku,
menunjukkan bahwa tangan kau telah berinang, bahwa kau telah jadi kepunyaan
orang lain. Siapakah di antara kita yang kejam Hayati?”
“Kau pilih
kehidupan yang lebih senang, mentereng, cukup uang, berenang di dalam emas,
bersayap uang kertas. Siapakah di antara kita yang kejam Hayati? Siapa yang
telah menghalangi seorang anak muda yang bercita-cita tinggi menambah
pengetahuan tetapi akhirnya terbuang jauh ke Tanah Jawa ini, hilang kampung dan
halamannya sehingga dia menjadi anak
yang tertawa di muka ini tetapi menangis di belakang layar. Tidak Hayati,
saya tidak kejam. Saya hanya menuruti katamu. Bukankah kau yang meminta dalam
suratmu supaya cinta kita itu dihilangkan dan dilupakan saja, diganti dengan
persahabatan yang kekal. Permintaan itulah yang saya pegang teguh sekarang. Kau
bukan kecintaanku, bukan tunanganku, bukan istriku. Tetapi janda dari orang
lain. Maka itu secara seorang sahabat, bahkan secara seorang saudara saya akan
kembali teguh memegang janjiku dalam persahabatan itu sebagaimana teguhku
dahulu memegang cintaku. Itulah sebabnya dengan segenap ridho hati ini kau ku
bawa tinggal di rumahku untuk menunggu suamimu, tetapi kemudian bukan dirinya
yang kembali pulang, tapi surat cerai dan kabar yang mengerikan. Maka itu
sebagai seorang sahabat pula kau akan ku lepas pulang ke kampungmu, ke tanah
asalmu, tanah Minangkabau yang kaya raya, yang beradat, berlembaga, yang tak
lapuk dihujan, tak lekang dipanas. Ongkos pulangmu akan saya beri. Demikian
pula uang yang kau perlukan. Dan kalau saya masih hidup, sebelum kau mendapat
suami lagi Insya Allah kehidupanmu selama di kampung akan saya bantu.”
“Saya tidak
akan pulang. Saya akan tetap di sini bersamamu. Biar saya kau hinakan. Biar
saya kau pandang sebagai babu yang hina. Saya tak butuh uang berapa pun
banyaknya. Saya butuh dekat dengan kau, Zainuddin. Saya butuh dekat dengan
kau..”
“Tidak.
Pantang pisah berbuah dua kali. Pantang pemuda makan sisa. Kau mesti pulang
kembali ke kampungmu. Biarkan saya dalam keadaan begini. Jangan mau ditumpang
hidup saya.”
“Percayalah
di dalam jiwaku ada suatu kekayaan besar yang engkau sangat perlu kepadanya.Dan
kekayaan itu belum pernah ku berikan kepada orang lain, walaupun kepada Azis.
Kekayaan itu ialah kekayaan cinta.”
“Heningkan
hatimu kembali. Sama-sama kita habisi kekecewaan yang sudah-sudah. Maafkan
saya. Cintai saya kembali.
Comments
Post a Comment